secangkir kopi-kita
Secangkir
kopi-kita
“
Aku meminum segelas kopi hari ini sengaja tak ku berikan gula atau creamer,
agar kau tau aku tak ingin berlama disini dengan rasa pahitnya”
Hari
ke-tujuh saat setelah dia menyatakan keseriusannya padaku...
Akhirnya kita bertemu. Bertemu dan asyik
bercengkrama di sebuah taman marga satwa daerah jakarta. Aku senang bisa
seperti ini setelah kondisi ku yang runyam karna cintaku bertepuk sebelah
tangan dengan seseorang yang dulu aku sukai yang bahkan sudah sangat dekat beda
dengan bersama dia yang baru seumur jagung aku mengenalnya dan langsung ku
sambut keseriusannya dia, bukan bermaksud menjadikannya dia pelarian tapi sekali
lagi, karna keseriusannya, karena cara dia memintaku untuk menjadi seorang
malaikat kecil baginya dalam keadaan emosi atau marah, dan bertahan dalam
keadaan dia dan segala sikapnya dia, dan sekali lagi aku meng-iya-kannya.
Hariku
bersamanya sangat-sangat bahagia, dia mengerti aku, sampai-sampai dia berikan
aku sebuah rekaman suaranya yang sedang bernyanyi dengan dilatar belakangi
suara gitar. Aku ingat sekali lagu yang dia bawakannya itu adalah “Tuhan yang
tahu ku cinta kau” dari lagu once mikel. Oh Tuhan itu indah sekali.
Tiga
bulan berjalan semakin menjadi rasaku, tatkala dia memberikan surprise di hari
ulang tahunku yang ke 20 sengaja dia kumpulkan uang sakunya dan dia belikan aku
sebuah kue ulang tahun yang lucu bergambar kepala kelinci. Manisnya... iya Tuhan
itu manis sekali. Begitu pula aku yang memberikan surprise pula dihari ulang
tahunnya dia yang ke 22.
Dia
selalu mengajarkanku tentang kesederhanaan, dia selalu mengajariku meminum kopi
dan aku ingat betul, dia selalu memesan kopi saat kita hang-out. Padahal aku
selalu mengajak dia ketempat yang tidak ada menu kopinya, dalam candanya “pesenin aa kopi hitam ya”. Aku
mengajarkan tentang ke-kini-an kepadanya. Ketempat-tempat yang belum pernah dia
kunjungi, dan bahkan akupun belum pernah kunjungi, tapi berbekal sotoy akhirnya
kita selalu sampai pada tempat yang kita inginkan.
Kegilaan
yang pernah kita buat adalah pergi kedaerah puncak dari sebelum terbitnya
matahari sampai matahari tenggelam di peradaban. Aku ingat betul waktu itu saat
cintanya dia masih sangat ku rasakan dia selalu mengambil tanganku untuk
memeluk dia saat kita berada di motor, kata dia “pegangan yaa, nanti kamu jatuh” kita mengunjungi sebuah air terjun
yang berada disana dan kita berfoto ria disana.
Hari
ini, aku berada di sebuah kedai kopi yang biasanya kita kunjungi, aku memesan
kopi hitam kesukaannya, ku biarkan kopi itu berada di atas meja sengaja tak
kuminum karena aku hanya ingin mengenang kebiasaan dia saja. Aku hapal betul apa
yang dia lakukan setelah kopi pesanannya datang, “kopi selalu nikmat saat diminum hangat-hangat, cara minumnya bukan
langsung diteguk tetapi diseruput” itu kata dia dulu, tanpa ragu kau
langsung mengeksekusi kopimu ini kasih, aku rindu cintamu kasih...cinta yang
beberapa bulan ini menghilang. Aku masih menunggu cintamu kasih...
Lagi-lagi aku mengenang hal-hal yang
pernah aku jalani bersamanya. Ini adalah caraku untuk merasakan cintamu ketika
ku rindu cintamu. Saat itu aku dan kamu berada disebuah masjid yang terkenal di
pusat jakarta. sebelumnya kita terlebih dahulu melihat konser penyanyi idolamu.
Kau menyukai saat itu karena bisa melihat idolamu. sedang aku menyukai saat itu
karena aku bisa bersamamu dan aku bisa menikmati bola matamu yang kecokelatan. Di
masjid itu kau sempat mengatakan hal yang membuat aku senang dan hingga saat
ini tak bisa aku lupakan “aku sayang sama
kamu, ga tau kenapa rasanya udah mentok aja sama kamu, tapi maaf untuk sekarang
aku belum bisa kasih kamu keseriusan, karena aku belum punya apa-apa sabar yaa,
tetap disisiku yaa, jangan pernah tinggalin aku”
Masih di kedai kopi...
“kasih,
aku masih disini masih menunggumu dan enggan meninggalkanmu, tapi kasih saat ini
aku kehilangan cintamu, entah kenapa aku pun tak tahu. Bahkan menyeruput kopi
yang sengaja tak ku berikan gula atau creamer agar kau tahu aku tak ingin
berlama dengan kepahitan ini pun tak tergantikan dengan kepahitan tanpa cintamu”
Suara tangisku beradu dengan suara
hujan yang saat ini sedang turun. Semakin deras hujan turun semakin deras pula
tangisku karena kopi itu tak lagi hangat dan aku tak bisa lagi menikmati
mengenang dan menunggumu datang ketempat ini. Aku bersiap pulang dan hari ini
segalanya harus usai...
Komentar
Posting Komentar